
Dalam pengembangan aplikasi, pengujian adalah hal yang penting. Pengujian aplikasi menjadi tanggung jawab seorang tester. Tester adalah orang bertugas untuk memastikan aplikasi berjalan tanpa kesalahan ataupun kerusakan ketika sampai ke tangan client. Tanpa pengujian, tingkat kepercayaan pengguna akan rendah. Tester akan melakukan ad-hoc testing sehingga kualitas aplikasi akan lebih terjamin. Banyak yang berpikir bahwa tester adalah pekerjaan yang menyenangkan. Tester hanya perlu mencari bug, tanpa ikut mengembangkan aplikasi. Ternyata itu semua SALAH BESAR! Banyak suka duka yang akan didapatkan ketika menjadi seorang software tester. Artikel ini akan bercerita bagaimana Suka Duka Menjadi Software Tester
Keberhasilan Tester Adalah Kegagalan Developer

Seorang tester memegang kendali penuh atas aplikasi yang akan rilis. Pekerjaan ini membutuhkan kemampuan analisa yang tinggi. Tester harus memikirkan segala kemungkinan dari segala sudut pandang. Dalam pengujian, tester akan mencoba berbagai skenario. Base case, edge case, bahkan corner case tidak boleh terlewat dalam proses pengujian.
Dalam melakukan pengujian, tester selalu berpegang pada dua dokumen yakni SRS (System Requirement Specification) dan SAD (Software Architecture Document). Setelah mengetahui proses bisnis aplikasi, tester akan menyusun test case. Test case ini terbagi dalam berbagai modul. Tahap ini memerlukan imajinasi dan kreativitas yang tinggi. Tester harus berusaha keras menjatuhkan aplikasi yang akan rilis.
Terdapat dua jenis pengujian yaitu manual testing dan automatic testing. Manual testing akan menguji aplikasi tanpa dukungan tool apapun. Keunggulan manual testing ini adalah mendapatkan visual feedback. Tester dapat menguji interface dan experience dari pengujian ini. Sebaliknya, automatic testing akan menguji aplikasi dengan bantuan pra-scripted tools, salah satunya dengan Selenium IDE. Keunggulan automatic testing adalah dapat memperoleh lebih banyak bug dalam waktu yang lebih cepat.
Menjadi Musuh Developer

Developer dan tester kerap kali terlibat dalam perang dingin. Developer akan mati-matian membuat aplikasi, sementara tester akan mati-matian menjatuhkan aplikasi yang akan rilis . Tester harus bisa menemukan celah dari aplikasi. Bug is victory. Semakin banyak bug yang berhasil ditemukan maka kualitas software akan semakin bagus kualitas aplikasi. Testerlah yang akan memberikan lampu hijau, kapan aplikasi siap rilis.
Dengan privilege menahan aplikasi sebelum rilis inilah kualitas tester akan diuji. Memang sih, suatu aplikasi tidak mungkin 100% bug free. Tetapi tester harus meminimalisir kemungkinan bug yang bisa saja muncul setelah aplikasi rilis. Tester juga harus mendokumentasikan semua berkas pengujian. Jadi jangan bermimpi menjadi tester jika kamu tipe orang yang anti dokumentasi-dokumentasian.
Bertemu developer “ngeyelan” adalah nightmare bagi tester. Tipe programmer ini adalah tipe developer yang selalu mencari menolak bug yang terjadi Ada aja alasan yang muncul ketika tester menemukan kesalahan dan cenderung engga untuk menyelesaikannya. Inilah beban hidup tambahan bagi seorang tester. Tester harus bisa tegas menolak alasan ini agar kualitas aplikasi lebih terjamin.
Kolaborasi Adalah Kunci

Tester adalah jembatan antara product owner dan developer. Testerlah yang akan menjadi penyeimbang antara keduanya. Product owner selalu ingin produk yang cepat rilis, begitupun developer. Namun, untuk menjamin kualitas aplikasi perlu adanya testing yang komperhensif dengan jiwa yang tenang. Walaupun waktunya kadang tidak tersedia.
Developer dan tester harus berjalan seiringan untuk mengantarkan aplikasi yang baik. Keduanya harus membangun chemistry yang baik. Chemistry ini bisa dibangun dalam beberapa cara, seperti sekadar makan dan minum bersama atau sekadar ngopi bersama untuk memperat hubungan. Selain itu, keduanya harus memiliki inisiatif yang tinggi. Developer harus berinisiatif menghindari bug. Sementara itu, tester harus menyadari pola bug yang memudahkan pekerjaan developer
Nah, terdapat pola pengerjaan aplikasi yang baik untuk para developer. Pertama, pelajari proses bisnis yang akan berjalan pada aplikasi. Pikirkan segala kemungkinan yang mungkin akan terjadi. Setelah benar-benar paham barulah mulai pengerjaan aplikasi. Fokuslah hanya pada aplikasi dan jangan termakan pikiran adanya bug. Setelah modul dan aplikasi selesai, pengujian akan berlangsung. Dari testing inilah bug akan ketahuan. Revisi bug itu sampai selesai. Lakukan hal yang sama sampai akhirnya aplikasi menjadi layak rilis.
Nah itulah Suka Duka Menjadi Software Tester. Ternyata gampang-gampang susah ya. Ada yang ingin jadi tester?
Tidak perlu aplikasi yang sempurna. Mendekati sempurna saja sudah lebih lebih dari cukup
(Tester, 2020)